Sedikit latar belakang, Little Women ini adalah salah satu karya klasik dari penulis Louisa May Alcott. Di hari ulang tahun yang ke-21, seorang teman baik memberikan novel Little Women ini sebagai hadiah. She loves the book and she thought that I will too. Dan ternyata benar aja. Little Women successfully stole my heart since then. Ceritanya ringan dan hangat, seputar keluarga, ambisi dan impian perempuan muda di jaman pasca perang saudara Amerika di abad-19.
Adaptasi film yang disutradarai oleh Greta Grewig ini pun nggak jauh berbeda dengan versi novel yang kubaca. Iya, novelnya aja ada beberapa versi, dan kayaknya yang dikadoin temanku ini versi paling baru, bahasanya lebih mudah dipahami dan nggak setebal versi lainnya.
Little Women menceritakan tentang kehidupan March Sisters (March bersaudara); Meg (Emma Watson)—si kakak tertua yang jago akting dan bercita-cita menjadi aktris terkenal, Jo (Saoirse Ronan)—anak kedua yang tomboy dan punya ambisi menjadi penulis terkenal, Beth (Eliza Scanlen)—anak ketiga yang lebih banyak diam dan jago main piano, Amy (Florence Pugh)—si bungsu yang manja, jago menggambar dan ingin pergi ke Paris untuk menjadi pelukis terkenal. Keempatnya tinggal bersama ibu mereka, Marmee March (Laura Dern), di sebuah rumah yang cukup besar namun sederhana. Ayah mereka diceritakan sedang menunaikan tugas di medan perang.
(kiri-kanan) Meg, Amy, Jo, Beth
Keempat perempuan ini punya karakter yang berbeda-beda. Mereka menjalani hari-hari dengan penuh tawa dan hidup harmonis. Kehidupan mereka makin berwarna dengan hadirnya, Laurie (Timothee Chalamet), si tetangga yang ganteng baik hati dan kaya raya... paket komplit, sis!
Seiring mereka dewasa, masalah dan konflik mulai muncul. Dimulai dari Meg yang menguburkan mimpinya menjadi aktris dan menikah dengan seorang guru les yang melarat bernama John Brooke (it rhymes with broke actually... get it? *ih jahat!*). Kemudian Jo yang capek disuruh nikah mulu dan memutuskan untuk merantau ke New York untuk mengejar mimpinya menjadi penulis dan bisa membiayai kehidupan keluarganya. Beth masih tetap aktif memainkan musiknya. Sementara Amy diajak untuk pindah ke Eropa bersama Bibi March (Meryl Streep) yang tajirnya kebangetan.
Setelah berpisah dalam waktu yang cukup lama, mereka akhirnya dipersatukan kembali oleh sebuah momen yang cukup tragis.
PLOT
Meski Greta Grewig menggunakan alur maju-mundur dalam film ini, namun nggak membuat bingung sama sekali. Malahan alur ini berhasil memainkan emosi penonton—well, setidaknya buatku, sih—secara intens. Nggak cukup di situ, sang sutradara juga menggunakan teknik color grading untuk menggambarkan transisi kehidupan March Sisters secara signifikan; warna semi sephia agak oranye pada scene mereka saat remaja dan warna kebiruan (cyan) saat mereka memasuki usia dewasa.Saat konflik mulai timbul, semuanya dibawa secara perlahan sehingga nggak terkesan buru-buru. Iya dong, biar emosinya makin afdol. Kecuali bagian akhirnya, sih. Meskipun ending-nya natural, tetap aja kok cepat amat, ya?? (buat yang udah nonton mungkin paham bagian ini).
KARAKTER
MAU NGOMONG APA LAGI SEMUANYA BAGUS AMAAAT MELAKONI PERANNYA MASING-MASING.Jo March adalah tokoh favoritku di antara March bersaudara. Ketebak banget, ya? Jo ini anak kedua yang karakternya paling kuat menurutku. Dan dia punya sisi feminis yang pasti bisa dipahami oleh wanita zaman sekarang pun. Another thing about her, what Jo wants, Jo gets. Sekali punya keinginan, dia nggak akan nyerah sampai dia berhasil mendapatkannya. Bahkan waktu Meg memutuskan untuk nikah dan berkeluarga, yang mana artinya dia juga meninggalkan mimpinya menjadi seorang aktris, Jo malah ngajak kakaknya kabur aja supaya mereka berdua bisa meraih mimpi bersama. Di sini lah Meg mengeluarkan kalimat yang nggak cuma bikin Jo akhirnya bungkam, tapi hatiku ikut terpotek-potek.
TT________TT
Btw, karakter kesayanganku ini diperankan oleh Saoirse Ronan. I don't know her very much but she is so pretty. Emma Watson cantiknya udah kelewatan, ini juga sama aja! She potrayed her character with absolutely perfection. Setiap dialog dan gerak tubuhnya itu "Jo" banget. Nggak heran, yaa, namanya berhasil masuk nominasi "Best Actress" di ajang Oscar 2020 kemarin.
Setelah nonton ini pun aku juga jatuh cinta dengan si bungsu Amy. Mungkin karena dia yang paling sering ribut sama Jo, hahahaha. Sebel banget di awal-awal dengan tingkahnya, namun begitu dia beranjak dewasa, kita bisa ikut merasakan apa yang sebenarnya jadi beban hatinya.
SCENES
Duh, banyak banget scene dan adegan favorit aku di sini. I share some of my faves, semoga nggak spoiler.Waktu Jo dan Amy berantem dan dua-duanya menyesal banget sampai nangis, waktu Marmee ngajakin anak-anaknya pergi ke tetangga mereka untuk berbagi makanan di saat mereka sendiri sebenarnya pas-pasan, waktu Laurie dan Jo 'berdebat' di atas bukit, waktu Meg akhirnya ngaku dia beli bahan untuk membuat gaun seharga 50 dolar ke suaminya di saat kondisi keuangan mereka sekarat dan pastinya waktu Jo pergi ke editor untuk 'menjual' karya tulisannya.
***
Since we still got plenty of times to spend at home, cusss lah nonton film ini ya! Banyak pesan moral yang bisa diambil dari cerita ini. Jarang-jarang juga lho aku merekomendasikan film yang diadaptasi dari buku, karena ini benar-benar bagus.
Sebagai penutup, ini quote Marmee yang aku ambil dari buku:
“When you feel discontented, think over your blessings, and be grateful.”
Sukaaa bangettt sama Little Women :D
ReplyDeleteJadi belajar kalau setiap individu pasti punya mimpi berbeda dan cara masing-masing untuk meraihnya, meski sesama saudara sekalipun. Dan scene to scene-nya bagus semua, entah kenapa serasa ikut masuk ke dalam cerita karena memang super mengena :> sedihnya dapat, happy-nya dapat, geregetnya juga dapat :)))
Meski punya mimpi yang berbeda-beda tapi mereka tetap support satu dengan lainnya ya, ikut senang saat salah satu dari mereka berhasil meraih mimpi mereka. Cinta banget dengan March Sisters ini :D
DeleteSudah nonton lama nih saya, dan jujur, waktu awal nonton ya kecantol ama si Emma Watson itu hahaha.
ReplyDeleteBetul banget ya, branding pemain itu penting banget, kalau udah punya nama, di plot di film apa saja, selalu jadi alasan orang buat kepo :D
Awalnya juga suka karena bercerita tentang penulis, sempat merasa akan membosankan, sebenarnya kalau dibuat alur normal malah ngebosenin menurut saya, karena alur maju mundur bikin orang harus fokus, jadinya lebih dapat feel dan nagkap pesan dari film ini.
Dan yang terpenting, film ini membahas tentang wanita sih menurut saya, itu yang menarik.
tentang bagaimana wanita yang memilih, dan apapun pilihannya selalu ada konsekwensi akan pilihan tersebut.
Jadi nggak perlu merasa salah pilih sebenarnya hahaha
Kayak si Meg yang melepas mimpi untuk menikah dengan lelaki yang masih kekurangan, lalu kadang dia merasa bosan dengan hidupnya yang selalu kekurangan.
Atau Jo menolak cinta lalu menyesalinya,
Pun juga si bungsu yang mengejar lelaki kaya dan itu tidak salah sebenarnya :)
Waktu aku baca review film ini di blog lain, ada yang bilang juga karena sutradaranya (Greta Gerwig) itu seorang perempuan, makanya dia juga berani untuk memberikan pesan-pesan feminis yang cukup kuat lewat setiap karakter March Sisters ini. Karena di versi sebelumnya hanya tokoh Jo yang selalu ditonjolkan. Di versi ini malah jadi bisa ngerasain apa yang jadi pergumulan Meg, Beth dan juga Amy.
DeleteSeruuu banget, sih. Jadi penasaran punya saudara perempuan itu kayak apa, secara aku anak cewek sendiri di rumah huahaha :P
Kalau suka Saoirse Ronan, harus nonton film Lady Bird yang bikin dia masuk nominasi pemeran utama wanita terbaik Oscar untuk kali pertama. Unik tapi bagus banget filmnya.
ReplyDeleteIya ci, setelah nonton ini aku langsung search film sebelumnya dan ternyata filmnya Greta Gerwig juga ya. Udah baca review-nya juga dan kayaknya menarik topik yang diangkat. Bakal nonton Lady Bird ini secepatnya!
DeleteIni si Emma Watson cantik banget deh kalau dandanan begini. Classy banget <3
ReplyDeleteDuh dia kayaknya dipakein daster batik juga cantik deh ci. Parah memang pesonanya T_T
Delete