Beberapa waktu lalu, aku beli sendok kayu ala-ala gitu di aplikasi e-commerce. Memang udah lama kepingin beli, sampai-sampai aku sempat memasukkan ini ke dalam birthday wishlist saat ditanya oleh sahabatku 😆 Gara-garanya sih kebanyakan nonton vlog ahjumma Koriya yang suka koleksi peralatan masak dan makan berbahan kayu.
Malamnya, ketika sedang makan dessert bareng suami dan Josh, dipakailah sendok kayu baru itu. Suami nggak nanya sih, tapi entah kenapa aku harus beri penjelasan tentang sendok kayu tersebut LOL.
"Peps (how I call him), tau nggak kenapa aku beli ini?"
"Kenapa?"
"Karena menurut buku yang pernah kubaca, peralatan makan kayu itu memberikan efek psikologis yang menenangkan saat kita makan. Coba deh kamu rasain bedanya makan pakai stainless steel dan kayu, pasti beda. Pakai kayu tuh kayak lebih natural, makannya jadi lebih mindful."
"Emang iya?"
"Iya lah. Nggak percaya? Tuh banyak orang Korea yang pakai peralatan kayu untuk masak dan makan tauk."
"Maksud aku, emang iya kamu beli sendok kayu itu karena alasan teori yang kamu jabarkan tadi?"
*ketahuan deh gue HAHAHA*
"Ya nggak, sih. Aku beli demi estetika aja. Sengaja aku kasih alasan tadi untuk pembenaran atas belanjaanku aja..."
Muka suami pun berakhir lempeng-selempengnya 🤣
✨
Beberapa hari berikutnya, aku baca sebuah tulisan di akun Instagram milik Ko Ruby (@fellexandro) yang membahas tentang value vs price. Postingan tersebut sebetulnya berupa endorsement, tapi bukan Ko Ruby namanya kalau nggak ngajak followers-nya mikir dulu sebelum masuk ke dalam sponsor iklan 😂
Kemudian, aku pun keinget si sendok kayu yang kubeli itu dan merenungkan pertanyaan yang diajukan Ko Ruby: apa, sih, yang sebenarnya lo beli? Ketika aku beli peralatan makan kayu tersebut, apa yang aku beli? Fungsinya, kah? Estetikanya, kah?
Pertanyaan yang sama ketika aku dan suami memutuskan untuk makan enak saat weekend. Saat bayar bill, sebetulnya tuh kami bayar apa, sih? Makanannya? Suasana tempat makan tersebut? Quality time bareng suami?
Gara-gara pertanyaan sederhana tersebut, aku jadi memikirkan barang-barang yang pernah dibeli selama pandemi ini. Aku mencoba berpikir keras value apa yang kudapat dari belanjaan tersebut.
Buat teman-teman yang masih ingat, aku sempat cerita beberapa waktu lalu melakukan make over meja kerja di rumah dengan membeli sebuah kursi kerja baru. Saat itu aku memang membutuhkannya. Dan sejak beli kursi kerja tersebut, aku lebih merasa produktif karena bisa merasakan hak milik yang sesungguhnya. Maklum, sebelumnya aku pakai kursi kerja pinjaman gengs hahahaha. Berkat si kursi kerja yang baru ini, jumlah tulisan di blog sepanjang tahun 2020 terbilang cukup lumayan, kan? Iyain aja, plis. Biar aku senang, oke? 😂
Terus soal buku bacaan. Sampai hari ini aku masih memilih untuk membeli buku fisik, meski nggak menutup kemungkinan untuk baca buku digital. Menurutku, buku itu adalah aset. Aku bisa menyimpannya dalam jangka waktu panjang, bahkan mungkin suatu hari anak-anakku bisa membacanya kembali. Jadi nggak sekedar bayar harga, tapi aku juga membeli value dalam sebuah buku.
Kalau dari sisi suami, belanjaan dia selama pandemi yang literally paling berat secara budget maupun barangnya sendiri adalah peralatan fitness. Walau awalnya aku misuh-misuh karena tahu harganya yang nggak murah, tapi setelah mendengar alasan dan bukti nyatanya sendiri, aku jadi paham kenapa suami memutuskan untuk beli semua peralatan olahraganya ini. Pertama, sejak pandemi dia nggak pernah lagi setor muka ke gym center. Kedua, dengan rutinitas pekerjaannya saat ini yang lebih sibuk dari sebelumnya, membuat dia agak kewalahan untuk mengatur waktu berolahraga di tempat gym.
Setelah resmi membatalkan subscription di tempat gym sebelumnya, suami pun perlahan nyicil beli peralatan fitnessnya, dan setelah semuanya lengkap, suami mulai rutin kembali berolahraga. Nilai plusnya tentu lebih banyak. Suami nggak perlu capek-capek pergi ke gym center lagi karena bisa berolahraga kapan pun di rumah. Kadang-kadang malah bisa sambil main bareng Josh, karena si bocil suka banget ngerecokin papanya kalau lagi olahraga 😂 Dan bener lho, intensitas suami berolahraga malah jadi lebih sering karena dia nggak usah ke mana-mana kalau mau gerak tubuh. Pulang kerja, bisa langsung olahraga. Nggak perlu takut risiko tertular virus melalui droplet dan sejenisnya. Aku juga jauh lebih tenang karena bisa memantau aktivitas olahraga suami bahahaha. Becanda deng yang ini 🙈
✨
Baik itu kursi kerja, buku, peralatan olahraga sampai sendok kayu sekalipun, pasti ada alasan di balik kenapa kita membeli barang-barang tersebut.
Sekarang gantian aku ingin tahu pendapat manteman juga. Menurut kalian, saat beli barang tertentu sebetulnya apa, sih, yang dibeli? Boleh jawab random, serius, terserahhh. Karena balik lagi, yang namanya belanja itu pasti punya alasan personal, kan. Jadi, nggak boleh ada yang saling nge-judge ini itu yaaa, bahahahaha. This is a safe place to share your opinions 🤗
Selamat hari Senin semuanya! 💕
Iyaaaa kok, semenjak beli kursi kerja baru, tulisannya tambah banyaaaak. Tuh mba saya iyakan 🤣 Tapi memang kebukti hasilnya 😍
ReplyDeleteKalau saya selama ini belanja, yang dibeli pasti fungsinya dan keindahannya 😂 Kalau bisa dua-duanya dapat biar nggak jadi pajangan doang. Soalnya si kesayangan berisik semisal saya beli 'pajangan' dalam hal ini barang yang nggak ada fungsinya kecualinya untuk menyenangkan mata saya. Dia akan selalu anggap itu 'trash' 🤪 Jahat banget dia, padahal mata saya kan perlu dirawat dengan melihat barang indah. Wk.
Berbeda dengan makanan, kadang yang dibeli selain rasa, tentu pengalamannya 😆 Meski yang satu ini nggak bisa sering-sering, karena dompet bisa boncos dibuatnya. Seperti fine dining, etc. Hehehehe. Saya pribadi nggak masalah beli yang mahal jika memang bermanfaat dan berkualitas. Contoh seperti alat gym atau buku yang mba Jane bilang, karena itu jatuhnya jadi asset asal serius digunakan dan dibaca 😍 hehehe.
Sama..saya juga sering bilang gitu sama si Yayang. Beli berdasarkan fungsi riil.. 🤣🤣🤣
DeleteCuma banyak kalahnya sama yang punya rumah 🤣🤣
@Mas Anton: wiss pasrah aja, Mas. Kalah suara pasti sama para ibu-ibu di rumah 😜😜
DeleteMba Enooo, kenapa yaa para suami memang seperti itu kelakuannya wkwkwk aku juga persis kayak Mba, pengennya sih nggak cuma fungsional tapi juga sedap dipandang. Setidaknya harus metching dengan dekorasi di rumah 😝 tapi kalau suami ditanyakan pendapat, jawabannya pasti template: "Mana aja sama, lemari ya lemari, sama-sama nyimpan barang" 🙄
Soal makanan juga kurang lebih sama. Kebetulan aku dan suami sama-sama menganut paham "makanan harus enak", jadi kalau tempatnya pke, instagrammable dan able-able lainnya tapi makanannya zonk, kami pasti sama-sama kuciwaaa 😂 dan kalau soal makan di tempat-tempat khusus, betul banget Mbaa nggak boleh keseringan. Bukan dompet saja yang menangis, aku pun pasti mewek wkwkwk
Btw, maacihh banyak lhoo pujiannya, Mbaa Eno *tersipu-sipu* 😆
Jujur, semenjak punya uang sendiri, aku hanya membeli sesuatu yang benar-benar memberi fungsi yang maksimal untuk aku.
ReplyDeleteKalau aku mau beli tas buat kerja, selain emang model yang bagus dan keliatan profesional, tasnya harus muat sejumlah barang yang aku mau. Sepatu pun gitu, kalau masih ada yang bisa dipake padahal aku lagi pengen banget sebuah sneakers, aku menahaaan banget untuk beli. Kalau milih restoran atau makanan, itu sih tergantung mood, mau nongkrong aja atau makan yang kenyang hehehhehe.
Nilai yang tepat saat membeli sebuah barang untukku itu adalah kebutuhan, fungsi tambahan, baru model/tampilan. Tapi disamping itu, aku bisa muter-muter banyak e-commerce untuk mendapatkan harga termurah tapi untuk barang dengan kualitas maksimal xD
Ibell, aku ngerasain banget nih hal yang sama kayak kamu waktu pertama kali kerja dan gajian. Memang awal rasanya kayak "wogh gue punya duit sendiri, bebas mau beli apa aja!". Tapi lama-lama karena sayang uang dan tau rasanya capek kerja, jadi agak 'pelit-pelit' dikit yaa dalam memakai uang 😂 makanya sebisa mungkin sejak dulu aku beli sesuatu yang nggak cuma bagus, fungsional, tapi harus awet, biar kepake lama hihi
DeleteEH SAMA DONG. Ujung-ujungnya yang penting free ongkir aja lah kalau beli online 🤣
Jane maap mau ngakak dulu bagian ini "Maksud aku, emang iya kamu beli sendok kayu itu karena alasan teori yang kamu jabarkan tadi?" WKWKWKWK... ini kayak Bapak aku deeh kalau lihat aku beli barang yang menurut doi ga penting-penting amat 😂😂
ReplyDeleteBtw aku setuju kok soal kursi baru dan kamu yang jadi nulis lebih banyak, kerasa banget sebulan bisa banyak tulisannya Jane *seneng kan?* wkwkwk
Aku sendiri masih suka bingung sih. Untuk beberapa hal, kayak sepatu atau tas gitu aku pasti beli bener-bener karena kebutuhan. Aku ga pernah ngoleksi sepatu dan tas, sepatuku paling banyak 3 dan beli yang baru kalau memang udah mendekati ga layak pakai. Begitu juga sama tas.
Tapi aku pun kadang masih suka beli barang-barang berdasarkan lapar mata hahaha. Kayak misalnya beli pouch, beli pulpen warna-warni, atau perintilan yang sebenernya ga butuh-butuh amat. Walaupun sekarang udah jauh lebih mikir sih, kalau mau beli ini-itu. Kayak ah di rumah masih ada ga kepakai, jangan beli deh.
Kalau soal makanan aku setuju sama Mba Eno. Yang dibayar adalah rasa dan pengalamannya. Misalnya pengalaman makan di restoran yang interiornya cakep, atau pengalaman makan di kafe outdoor gitu hahaha. Tapi bener, ini buat sesekali aja kalau keseringan bocor dompet 😂
AHAHAHAHA kayak ngaku apa aja aku ke suami, padahal ditanya juga kagak. Cuma hati kayak merasa butuh menjelaskan LOL 🤣
DeleteUwuuuu tirimikici atas pujiannya, Eyaa! Kan begini jadi makin semangat nulis terus 😝
Nah iya, berarti sama kayak Ibel juga ya. Barang-barang esensial buat perempuan seperti tas atau sepatu itu beli kalau bener-bener butuh atau yang lama udah rusak. Aku juga rada sayang beli tas banyak-banyak gitu. Karena pasti dehh, yang bakal dipake itu-itu aja 😂 kayak pandemi sekarang ini aja tas yang aku pake cuma satu doang, karena jarang keluar rumah juga kan hahahaha
Duh, perintilan stationery emang racun! >< Ini aja aku udah nge-wishlist stiker sama sticky notes lucuk-lucuk di e-commerce, tapi nggak aku checkout karena masih merasa belum butuh banget 🤣
Kalau soal makanan, balik lagi pokoknya harus enak huahaha tapi aku setuju sih, terkadang kita juga suka mengeluarkan uang bukan untuk bikin perut kenyang, tapi bayar suasana. Mantra yang selalu aku pakai kalau makan atau ngafe di tempat 'mevvah'... antara menghibur diri atau biar nggak merasa bersalah aja sih karena harus bayar mahal wkwkwk
Fungsi... 🤣🤣🤣
ReplyDeleteSaya ga pedulian soal nilai estetika atau keindahan. Buat saya beli sesuatu itu harus berdasarkan kebutuhan ayng riil.. 😁
Jawaban yang cepat, singkat dan padat ya Mas Anton 🤣
DeleteMakanya tuh saya suka dengar suami teman suka curhat, katanya kalau pulang ke rumah pasti ada aja perintilan yang baru dibeli sama istrinya. Entah itu pajangan atau bahkan furnitur baru wkwkwk Maklum, yang punya rumah bebas mau ngapain aja, para suami tinggal menikmati keindahan yang ada 🤣
Aku ketawa baca percakannya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 Ci Jane kayak kelinci yang menyerahkan diri ke rubah untuk dimangsa🤣
ReplyDeleteKayaknya nih setelah aku namatin buku Marie Kondo, keinginan belanjaku jadi agak terkontrol nggak seperti sebelumnya, pokoknya hanya beli ketika benda itu sparks joy, ini nih yang bikin ibukku gemes sendiri tampaknya karena aku jarang beli baju lagi😅 duitnya buat beli printilan kpop HAHAHAHAHAHAHAHA.
Bener lho Ci Jane jadi lebih sering nulis di blog sekarang, berkah tuh beli kursinya.
WKWKWK bodohnya aku kannnn. Soalnya ngerasa butuh menjelaskan, Ndahh. Sebelum dia nanya, mending aku yang ngomong duluan 🤣🤣🤣
DeleteAll hail to Marie Kondo ya! HOOO BAIK. Jadi sekarang yang sparks joy adalah perintilan Kpop yaa 😏😏😏 mending pake baju itu-itu terus yang penting album comeback idol kebeli ya, Ndah wkwkwk
Tuh bener kan, nggak salah keputusan untuk beli kursi kerja baru. Puji aku lagi dong biar makin rajin nulisnya 🙈
Ci, benar kok setelah membeli kursi, Cici jadi semakin rajin menulis *aku bantu iya-in juga* huahahahha.
ReplyDeleteKalau aku... Kayak Kakak Eno 🙈. Sekarang kalau beli barang karena fungsi dan kalau bisa yang estetik juga biar bagus kalau di foto 🤣.
Eh, tapi aku tahun lalu juga pernah beli sendok makan kayu karena keracunan orang-orang sih 🤣. Tapi aku selalu makan pakai sendok itu hingga sekarang karena entah kenapa, aku merasakan lebih enak makan pakai sendok itu daripada yang alumunium. Mungkin apa yang Cici bilang di awal itu benar karena itu yang aku rasakan 🙈
Kalau makanan, membayar rasa dan pengalaman, quality time (lah, semuanyaa) huahahah. Jadi, kalau makanan mahal tapi enak, aku sama doi nggak masalah untuk sesekali makan atau bahkan kadang cukup makan 1x untuk sekedar tahu seandainya harga makanannya terlampau mahal 🤣. Kenapa aku sebut quality time juga? Karena aku dan doi jarang pergi-pergi ke luar, nah jadilah kalau pergi makan di luar itu jatuhnya kayak ngedate buat kami 🙈 meskipun hanya makan bakmie atau nasi goreng kaki lima hihihi.
Sini-sini, Lia mau aku traktir apa udah ikut puji-puji aku? wkwkwk 😝
DeleteTuh kan bener. Teoriku soal sendok kayu ada penjelasannya kok di buku huahahaha aku juga sekarang makan apapun pake si sendok kayu baru itu. Sampai-sampai Josh juga ikutan pakai, kata dia sendoknya lucu 😆
Masuk hitungan quality time dongg hihi suamiku juga suka gitu kalau diajak makan ke mana pun hooh hooh aja, yang penting sama aku katanya *cie* 🙈 karena buat kami untuk bisa berduaan itu harganya "mahal", makanya kalau keluar rumah kami pasti cari tempat yang nggak hanya enak makanannya, tapi enak juga suasana untuk ngobrol :D
Btw, cocuittt amat sih makan nasi goreng tendaan sama Prikitiw 😙
Gini nih kalo kita terinfluence orang yang sama, pas baca tulisanmu kayak ada manis-manisnya gitu. Etdah.. ngapa ngegombal coba?
ReplyDeleteI knew his post yang ngebahas ini.
Dan langsung keinget PO buku nya Mas Ruby 😁😁
Waktu ikutan PO aku sempat mikir cuman mau beli buku ini buat diriku sendiri. Tapi tiba-tiba berubah pikiran, kayaknya mau beli 2 deh. Ntar yang satunya mau aku kasih ke sobatku.
Dan setuju, kalau beli barangnya mindful, kamu tau ini bukan cuman tentang harganya. Ada value nya juga. Dengan bukunya Mas Rub, aku mau memperluas perspektifku dengan sari-sari yang dia punya. Tapi nggak cuman itu aja, aku ingin menjaga hubungan baik dengan sobatku ini. Karena sepanjang kita temenan, aku ngerasain banyak manfaatnya, he helps me through this year with amazing experience. Dan semoga hadiah kecil ini bisa jadi pengingat, bahwa 2020 tidak sesuram itu.
Eitsss. Kamu mau apa dari aku hayooo? 😆
DeleteSeneng lhooo akutu ada yang sama-sama ngefans dengan Koh Ruby huahaha aku ingetnya kamu dengar podcast TDOL itu, Pitt. Tapi ternyata kamu nge-follow sosmed dia juga ya? :D
Waktu ikutan PO bukunya itu aku hampir nggak mikir dua kali lho. Padahal harganya lumayan kan yaa. Cuma aku tahu bakal dapet banyak dari Koh Ruby ini, jadi nggak takut untuk bayar lebih sebagai ganti ilmu yang bakal kita dapatkan juga 😊 terus aku menyesal, kenapa nggak kepikiran untuk beli buat sahabat juga ya??
WORDSSS. Tisam buat teman kamu itu ya (namanya Tyo bukan, sih?). Sukses selalu dan cheers untuk pertemanan kalian! :D
Salah satu hal yang saya lakukan sekarang adalah menekan pengeluaran dengan prinsip,"apakah barang tersebut adalah bentuk dari investasi atau hanya pajangan semata.". Semisap saya belo laptop yang agak mahal, meski dari segi penampilan terlihat untuk pamer semata, tapi itu semata-mata agar saya bisa lama pakenya dengan spend uang lebih untuk kualitas yang lebih bagus.
ReplyDeleteKalo topik yang kak Jane singgung itu sudah banyak saya lihat dari turunan minimalisme. Semisal kalo lagi liburan, yang dibeli itu experiencenya, waktu bareng keluarganya, jadi itu bukan bagian dari pengeluaran uang semata. Ada nilai yang dibeli.
Lucu juga liat tanggapan mas Andreas pas kak Jane jelasin teori-teori psikologi sendok itu 😅
Berarti laptop bagi Mas Rahul itu sama nilainya saat saya beli peralatan elektronik di rumah. Karena pada dasarnya saya malas untuk gonta-ganti barang karena sering rusak atau apa. Yang ada biaya servis udah lebih mahal daripada harga beli 😂 itulah mengapa kalau beli gadget saya suka lamaaa banget mikirnya wkwkwk
DeleteSoal liburan berkualitas itu pernah disinggung teman blogger juga di sini. Definisi liburan bagi setiap orang tentu berbeda-beda ya, tapi balik lagi nilai apa yang bisa didapatkan setelah pulang dari liburan itu :D
Huahahaha menurut saya juga lucu, Mas Rahul. Makanya daripada percakapan tersebut terbuang begitu aja, ditaruh di sini aja deh biar sekalian jadi kenang-kenangan 😆
saya sih buat gaya yang utama! penampilan paling penting! PLAK! HAHAHAHAHA .. bacot aja loe, gill! HAHAHA ... aku belakangan udah more to need, function, and practicality. even it's a sale item, kalo ga butuh tetep judulnya mahal. begitu yang aku denger dari vlog orang and i kinda admit it's quite true. it's kinda hard to always follow this need rules over want dan berasa kayak butuh tapi yaaaa belajar aja lah. btw ini ga berlaku kalo beli teh pucuk ya hahaha .. $1.5 pun saya tutup mata!
ReplyDeleteHAII MAMI GILLL KE MANA AJAAA? *peluk jauhhh*
DeleteAH yesss! Soal barang diskon itu sering aku dengar dari para penganut gaya hidup minimalis. Intinya kalau beli barang yang nggak dibutuhkan banget, jatuhnya malah jadi "trash" yaa di rumah karena jarang terpakai 😂
Ohhh jadi di sana teh pucuk seharga 16ribu rupiah yaa wkwkwk *minta dikeplak* 🤣
aku juga ngoleksi sendok kayu mbaakk....tp buat foto doang haha
ReplyDeletekalo daily use, lebih ke piring sih
aku punya 1 piring yang aku sukaaa banget sama warnanya yang selalu aku pake
kalo makan pake piring itu tuh rasanya makananan lebih nikmat aja gtu 🤣
apakah ini hanya sugesti aku pun ga tau haha
aku setuju banget soal beli buku
aku pun lebih nyaman baca buku cetak daripada lewat gadget
sensasinya beda aja gtu
dan kalo beli buku itu seringkali ga pikir panjang karena jadi aset juga hehe 😆
Haloo, Mba Dea! Salam kenal ya sebelumnya :D
DeleteHuahaha buat props foto-foto konten yaa, Mbaa 😆 wah kalau piring sih memang salah godaan para wanita. Dan samaan kita, kadang-kadang kalau lagi makan pakai piring dan peralatan makan tertentu, bawaannya jadi enak gitu yaa. Ngopi pake gelas kesayangan juga bikin mood jauh lebih baik entah mengapa huahaha 🙈
Nahhh tosss! Aku juga jarang mikir panjang untuk beli sebuah buku, meski biasanya tetap harus baca review-nya dulu sih biar nggak nyesel-nyesel banget belinya hihi
Ga sekalian jawab "oh, you know me too well, hunybunnysweety, tambah duit buat jajan dong", mba? wkwkwk
ReplyDeleteKalau saya sendiri lebih karena fungsi, sih... sebisa mungkin ga beli barang kalau memang ga dibutuhin. Kalau untuk estetikanya sendiri, karena belum settle, belum kepikiran mau ngehias2 gitu.
Tapi kepikiran juga sih, mau bikin area kerja minimalis yang fungsional sekaligus enak dilihat. Siapa tau jadi rajin nulis kayak mba Jane *aku iyain juga nih... :))
Mba Hichaaa, apa kabarnya? :D lama nggak keliatan, aku juga belum main-main ke blognya Mba lagi sih hihi
DeleteNah, soal mengurungkan niat untuk mendekor karena belum settle juga sempat aku pikirkan, Mbaa. Karena judulnya masih tinggal di PIM, awalnya aku ragu untuk ngehias ini itu. Tapi setelah dipikir-pikir, nggak ada salahnya juga sih untuk membuat nyaman sebuah tempat tinggal. Apalagi aktivitasku lebih banyak di rumah, akhirnya nyicil juga deh untuk makeover beberapa ruangan hihi 😆
Huahahaha aku senang lhooo banyak yang iyain 🙈 tapi beneran, Mba Hichaa. Sejak punya area kerja sendiri tuh rasanya lebih semangat aja melakukan segala sesuatu :D
mbakkk kita samaan, aku masukin sendok garpu kayu ke wishlist juga :D, cuman karena buat props foto ajah, agak penting ga penting tapi kok kepikiran.
ReplyDeletekalau soal tempat makan, cafe hips aku kok baru nyadar pas baca post ini, makanan harga mahal kadang dikesampingkan demi sebuah view, interior yang estetik atau fotogenic. Dan rada mikir nih, sebenernya aku bayar apa ya demi itu semua hahaha, makanan kah, atau tempatnya, atau cuman pokok sekedar asal tau dan pernah aja pergi ke tempat itu. susah juga aku jawabnya.
kadang malah terbersit, yang penting sudah nyobain, kalau ga enak ga usah dikunjungi lagi.
soal kursi buat dimeja laptop aku juga ngelakuin hal yang sama, belain beli kursi yang ditaksir di informa, itu aja pake mikir berbulan-bulan, karena nggak mau sia sia buang duitnya. berarti kalau semua-muanya udah diturutin beli sendiri, kayak pajangan dinding, kursi buat dimeja laptop harusnya niat nulis kudu semakin menggelora. Menggelora iya, tapi kadang bisikan malasnya suka mampir. kudu nyemangatin diri sendiri
Huahahaha nasib jadi blogger atau content creator, barang belanjaannya nggak jauh-jauh demi props foto 😜
DeleteEh iya bener juga, sih. Aku juga nggak bakal sengaja mengunjungi kembali tempat hits yang menurutku "biasa-biasa" aja, paling kalau ada yang ngajakin ke sana aja baru deh ngikut XD cuma terkadang sebagai traveler kayak Mba Ainun atau pecinta kuliner seperti aku, kita cuma ingin tahu aja sebagus apa sih tempat yang ramai dibicarakan itu, iya nggak? 😂
Ahaahahaha benerrr. Motivasi sebetulnya tetap harus dari dalam diri yaa, bukan karena kursi atau furnitur baru 😝 kalau lagi males dan diturutin, ujung-ujungnya ya tetep aja males hihi 🙈
hahaha iya mbak Jane, biasanya awalnya karena niatnya pengen kepo aja kalau ada tempat yang lagi hangat dibicarain itu
DeleteDuluuuu aku sering belanja Krn alasan estetika. Tapi skr udh lama ga begitu :p. LBH ke fungsi :D. Tapiii aku biasanya LBH ngutamain kualitasnya juga drpd sekedar hrg murah. Kalo murah , cakep, tp gampang rusak, aku agak males juga beli Jane. Disinilah aku dan suami bedanya.
ReplyDeleteBuat dia mnding murah, kalo rusak ga sakit ati. Laaah tp kalo rusaknya sering banget, apa ga tekor yaaa :p.
Makin ke sini, aku sering beli BRG Krn fungsinya. 11.11 dan besok 12.12 aku udah nyiapin tuh barang2 yg akan kubeli, tapi udah aku pikirin banget untung rugi dan fungsi. Kebanyakan yg kubeli barang2 rumah tangga dan keperluan bulanan yg pasti kepake. Jd udah bukan laper mata lagi kayak dulu :p. Baju, aksesoris, udah ga menarik minatku Jane :D. Kalo dulu iyaaaa, asal beli, pake prinsip, mending nyesel karena telanjur beli , daripada nyesel ga beli hahahahah.
Jiahahahaha tapi logikanya pak suami ner ugha sih, Mbaa 😂 tapi yaa aku lebih setuju ke Mba Fanny, kalau dikit-dikit rusak, dikit-dikit servis, ya jatuhnya apa nggak lebih mahal tuh sama yang harganya lebih mahal tapi kualitasnya lebih oke? 😝
DeleteWah, iya 12.12 tinggal dua hari lagi yaa. Apakah aku juga harus mulai bikin wishlist juga? XD
Soal baju dan aksesoris aku juga udah jarang banget, Mbaa. Apalagi sekarang di rumah doang. Sempet sih pengen bebelian baju rumah, tapi suami menawarkan untuk pake kaos-kaos dia aja. Wisss, lumayannn juga, pake kaos suami lebih adem dan gombrong 😆
Value vs price ?
ReplyDeleteHmmmm... tergantung barangnya, tapi karena budgetku yang 'ketat' biasanya lebih cenderung lihat harganya dl, yg kebeli dan fungsinya tetep dapet.
Tapi ketika budgetnya agak lebih longgar, banyak yg dingin, biasanya cenderung milih kualitas, estetika, bahkan sering kepincut sama filosofi yang dijabarkan oleh pemilik brandnya, valuenya yg kubeli dengan harga yg pantas. ada perasaan pride mampu membeli dan memilikinya, dan biasanya cenderung awet karena kualitasnya yg bagus.
Jadi, buatku, semua tergantung budget, hehe...
Dan kalo aku sebagai penjual, akupun jadi suka mikirin soal value atau price,
price ini didapet dari cost dalam membuat produk ditambah labanya kan ya, labanya terserah kita, bisa ambil laba kecil biar banyak yg beli, atau laba gede.
Nah yg berani pasang laba gede pasti karena tahu barangnya punya value yg berani dibayar oleh target marketnya, seperti fans produk-produk apple, yg walaupun mahal tp tetep beli karena tahu kualitas dan udah jadi loyalis, dari awal sudah jatuh cinta sama Brand yg dibangun dengan kerennya oleh steve Jobs.
ini aku ngawur ga sih? haha..
Ya pokoknya, aku kadang value, kadang price jg.
btw, first time blogwalking dan ngasihh komen di blognya kak Jane.
sebetulnya udah sering baca nama kak Jane di circle bloggernya kak Eno, tapi baru sekarang ikut nimbrung disini, maaf telat!
hehehe....
Halooo Ady! Makasih yaa udah berkunjung ke mari :D gapapa kok telat, 'rumah' online ini selalu terbuka untuk siapa aja yang ingin bertamu XD
DeleteAku setujuu soal value dan price yang dijabarkan Ady. Terkadang saya pun juga lihat budget. Kalau budget-nya mepet, yaa produk yang ingin dibeli disesuaikan aja. Tapi kalau ada budget lebih, pilihan saya tentu lebih bebas :D
Nah betul. Terkadang saya juga suka "kemakan" dengan value si penjual maupun pemilik dari sebuah brand. Malah pernah sih saya beli sesuatu karena filosofi yang dijabarkan oleh si owner. Padahal saya nggak butuh-butuh banget dengan barang tersebut 😂
nah ilmu itu yg ingin kupunya, gimana cara biar selain jualan produk tapi jualan juga filosofi atau valuenya biar orang mau beli meski lebih mahal :D
Deletekejam ga sih jadi penjual seperti itu?
Hi kak Janee salam kenal aku Nana!
ReplyDeleteIsi postingan ini bikin menyadarkan aku tentang value dari membeli barang sih kak hehe. Aku jadi tersadar kalau selama aku belanja di shoppee gitu misalnya, pasti bener-bener barang yang bermanfaat kegunaannya untuk ku pakai. Kalopun cuma sekedar kacamata gaya, ya manfaatnya biar perpaduan outfit ku jadi matching dan swag gitu hahaha.
Pernah aku beli barang saat lagi di blok m space hanya karena barangnya lucu, aku beli pun juga gak ada kegunaannya untuk ku pake. Tapi barangnya ku gantung dan ternyata manfaatnya untuk menambah nilai estetika aja mungkin sama seperti sendok kayu yang kak jane beli. Tapi someday aku juga pasti mau beli cangkir mini yang cantik gitu untuk minum teh cantik, suka aja rasanya seperti keinginan kak jane pas mau beli sendok kayu ini mungkin^^
Oiya aku baru aja follow blog ini, boleh followbacknya? Terimakacii
Haii Nana! Salam kenal juga yaa :D makasih sudah berkunjung balik ke sini hihi
DeleteHoahahaha tampil paripurna tetap adalah sebuah kebutuhan yaa XD ini paham sih, karena sebagai sesama perempuan kita sangat menjunjung tinggi yang namanya gaya dan estetika ya 😝
Walau awalnya si sendok kayu aku beli demi estetika, tapi akhirnya aku merasa pengalaman makan yang berbeda sih dengan sendok tersebut (ini serius, bukan pembenaran ala Jane 🤣). Kayak sereceh makan yogurt pakai sendok stainless gitu kan dingin banget ya di mulut. Tapi setelah pake si sendok kayu ini rasanya lebih enak aja bahahaha
Cuss, dibeli segera cangkir mininya. Biar kegiatan ngeteh jadi lebih aesthetic *ngomongnya sambil monyong-monyong* 🤣
Btw, aku ingin follow balik blog kamu, tapi kok aku nggak nemu follow button-nya yaa? 🤔
Mba saya baca ini jadi mikir saya masuk ke kategori yang mana yah?? 🤔 hehe
ReplyDeleteSebenernya saya sih kalau barang selalu beli berdasarkan fungsinya..
Nggk bakal diganti kalau semisalnya barangnya belum rusak... kaya contoh laptop, laptop saya udh dri tahun 2013 masih saya pake smpe skrang..🤣 paling ganti model hardisknya ke ssd biar agak lebih cepat responnya.
Karena bukan tipe yg hobi belanja barang2. Paling barang2 yg dibeli yah bakal beli kalau semisal butuh atau udh harus diganti karena dimakan waktu. Bahkan pakaian aja saya belinya paling setahun sekali pas lebaran.. wkwkw 😂
Karena skrang masih usia rintisan 😂*ceillah* jadi peralatan masih tergolong baru. Dan aku belinya tak pikir buat kedepannya.. kaya beli lemari yg pintu 3, walaupun buat satu orang itu terlalu besar yah siapa tau ntr pas udh ada pasangan kan jadi nggk usah beli lagi.. wkwkkw 🤣
Tapi kalau urusan perut, sayangnya belum bisa ngerem mba.. "wah di shopee ada yg jualan jajangmen baru atau cemilan baru..." Checkout! Atau tiap pulang kerja terus mata nemu ada tempat makan baru... melipir kesana... hahah 😂 ntr pas beli ternyata rasanya B aja.. ☺
Waaaaw saya terkesima dong dengan maksud dan tujuan Mas Bayu beli lemari pintu tiga demi apaa wkwkwwk tapi itu aset yang baguss, saya setuju! 🤣
DeleteSaya rasa sih kita semua pasti pernah yang namanya beli barang berdasarkan value, budget maupun keduanya. Karena semua kembali pada kebutuhan dan kemampuan masing-masing kan :D soal barang elektroknik seperti laptop dan handphone, saya juga cukup awet. Sebelum pakai laptop yang sekarang, yang dulu itu usianya sudah hampir 10 tahun, beli pertama kali masuk kuliah. Laptopnya udah jebot banget, berat pulak. Terus kalau dinyalain kudu nunggu sejam baru bisa dioperasikan bahahaha. Karena sudah tidak bisa diperbaiki bahkan dijual pun katanya udah nggak ada harganya (lol), baru deh rela untuk ganti baru 😆 Handphone pun juga begitu. Kalau udah rusak banget dan performanya udah super lelet, yaudalah ganti aja deh hihi
Dan sama pun urusan perut saya kadang masih sulit mengendalikan diri T_T lagi nunggu bungkus makanan di warung pun lihat jajanan tahu kriuk di seberang juga dijabanin 🙈
Pas aku baca tulisan ini, langsung ngecek history belanja di ecommerce. Dulu belanjanya nggak 'logis'. Beli lipstik maunya harus semua warna padahal yang dipake itu - itu aja HAHAHA. Positifnya pandemi ini kalau belanja jadi bener - bener mikir apakah yang mau dibeli itu kebutuhan atau keinginan semata.
ReplyDeleteTapi, semenjak pandemi ini juga belanjanya pindah alokasi ke rajin nyicipin kopi literan dari beberapa toko hehehe
Mba Ayuu, apa kabarnya? :D
DeleteAhahaha cewek nggak bisa cuma punya satu shades lipstik yaa. Walau ujung-ujungnya yang dipakai satu jenis warna aja, aku pun demikian, Mbaa 😝
Kopi literan emang racun banget sih 🙈 begitu tau coffee shop lokal favoritku ikutan bikin juga, aku juga hampir kalap hahaha
Aku dulu dibesarkan oleh Papa yg mementingkan kualitas, dan Mama yg ga terlalu n lbh mentingin kuantitas dan estetika. Hahahha.. Dulu2 aku kayak mama, sampe skrng pun masih sbnrnya. Makin ke sini aku baru dikit2 berubah krna suami juga ternyata lbh mentingin kualitas, (apa bapak2 emank tipe kaya gt yaa 😆)
ReplyDeleteKlo soal beli momennya, itu terutama klo nginep di hotel n makan di tempat2 spesial sih. Kadang pas makan sempet mikir, makanan kaya gini aku juga bs masak sndiri dg modal ga nyampe stengahnya 🤣🤣 tp balik lg, kan bukan hanya makanannya yg kita beli.. hehehe..
Tuh bener kan. Kayaknya emang kaum adam dan hawa itu dari sananya begitu yak ahahahaha mamaku juga mementingkan estetika, beli cangkir teh aja harus yang apik, padahal fungsinya ya minum teh aja kan 😂
DeleteYaampun Mba Thessa kayak aku kalau lagi makan di tempat agak mahal. Pokoknya cari menu yang aku jarang atau nggak bisa masak, jadinya puas begitu masuk perut 😂 nah betulll. Terkadang pengalaman dan quality time bareng orang-orang kesayangan itu juga yang kita 'beli' ya ☺️
Ets, wait, sendok kayu itu uenak banget buat masak, ya gak sih Ci Jane? Aku sama Mas Gepeng paling happy masak pake sendok kayu, asik gitu, dan jaminan gak ngerusak panci wkwk.
ReplyDeleteBtw ini paling seru bacain komen rangorang, seru seru pada cerita pengalamannya beli barang. Kami termasuk yang campuran, bisa beli karena fungsi, kadang karena memang benda itu spark joy misalnya sabun cuci tangan wangi (cobain deh Bath&Body Works yang biru xixixi), sabun mandi wangi juga (aku pagi sama malem sabunnya beda), terus... udah itu doang si wakakaka. Mas Gepeng yang paling selektif kalau soal beli beli. Dia bener-bener harus butuh banget dan fungsional, baru beli.
Nah setujuu, Mbaa! Kalau buat masak, aku juga selalu pakai sutil kayu. Lebih awet, ramah lingkungan, sehat dan nggak bikin lecet teflon 😆 cuma kalau sendok kayu buat makan ini pertama kali coba dan ternyata menyenangkan ugha 🙈
DeleteHahahaha iyaa, pengalaman dan preferensi teman-teman di sini berbeda-beda. Wah bhaiqueee. Di-note dulu sabun cuci tangan Bath & Body Works yang warna biru 😁 kayaknya kalau kaum pria emang lebih ke fungsional sih. Suamiku apalagi kalau soal pakaian. Kalau nggak dipakai sampai bolong, dijahit, terus bolong, terus dijahit lagi, aku nyerah dehh, udah beliin aja yang baru wkwkwk