Beberapa waktu yang lalu, aku dan suami terlibat dalam sebuah argumen yang cukup pelik. We usually avoid arguments.. bad habit, we know. Kali ini aku memaksa untuk segera bicarakan dan selesaikan langsung. Karena capek banget harus debat karena masalah yang sama. Lebih baik "akarnya" diberesin sekalian.
Apa, sih, masalahnya?
Kita agak mundur dikit ke akhir tahun 2020 dulu, yaa.
Jadii, hubby itu mulai rutin main bulu tangkis lagi sejak akhir tahun yang lalu. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba dia kayak megang raket terus ngomong, "Kok aku kangen main bultang, ya? Pengen main lagi, deh."
For those who don't know, le hubby duluuuu banget pas masih muda (halah) aktif main bulu tangkis. Sekitar umur 11-12 tahun, dia ikut latihan dengan pelatih bulu tangkis di lapangan sebelah rumah. Iya, sebelah rumah banget, gengs, lapangannya. Sampai di Guang Zhou, doi sering banget ikut turnamen. It's not like a huge tournament yang bawa nama negara, yaa. But it's still legit tho. Biasanya pertandingan antar kampus, organisasi dan sebagainya. Kalau kebetulan yang sponsor pertandingan itu adalah kedubes Indonesia, para pemenang akan dijamu makanan khas Indonesia sepuasnya, plus dapat uang jajan. Mayan, kan, yaaaa.
Bisa dibilang, skill bulu tangkis suami eike tipis-tipis lah sama Lee Yong Dae wkwkwwk *yang diomongin kakinya udah napak kayaknya alias terbangggg*
Nggak, deng. Levelnya nggak pro. Tapi sebagai yang dulu sering menemai doi latihan, he's a good badminton player. Sumpah, gue lagi muji suami sendiri kenapa gue yang senyum-senyum dah ngetiknya...
Eniwei, lanjut!
Setelah back for good ke Indonesia, bulu tangkis mendadak hilang dari kamus kehidupan doi. Raket pun berganti dengan barbel. He's so busy lifting weights, building those muscles (yang sering aku tonjok-tonjok kalau lagi gemes HAHAHA). Interest bulu tangkis beralih ke dunia angkat beban istri dan hidup.
Herannya, aku juga nggak nanya-nanya, kangen nggak main bulu tangkis dan lainnya. Karena aku melihatnya prioritas dia pun udah bergeser, khususnya setelah kami menikah. Rutinitas dia dulu saat kami awal menikah kira-kira begini: pergi kerja, nge-gym, pulang. Udah gitu aja terus on repeat, kecuali hari Minggu, ya. Sampai terus punya anak, kuantitas nge-gym berkurang yang tadinya seminggu bisa 4-5 kali, sekarang maksimal 3 kali. Nge-gym buat suami itu hanya untuk jaga stamina, tubuh berotot itu bonus.
Then, the pandemic came. Semua tempat gym tutup dan akhirnya memberikan doi ide untuk punya tempat gym ala kadarnya di rumah. Sepanjang tahun 2020, dia olahraga di rumah aja.
Sampai suatu hari, ya itu... dia kangen banget main bulu tangkis, and he asked some of our friends to play. Eh, terus Bogor menerapkan ganjil-genap tiap weekend di masa PSBB. Kelompok bermain bultang pun meredup kembali karena mobilitas terbatas.
Fast forward, masuk awal tahun 2021, suami berniat untuk "serius" memulai rutinitas bulu tangkisnya kembali. Entah gimana ceritanya, dia bertemu dengan beberapa teman yang akhirnya sekarang punya WAG bulu tangkis sendiri dan main bareng tiap minggu.
Awal suami minta izin untuk main bultang, aku ngelarang. Karena kondisi pandemi, aku agak was-was kalau dia harus pergi keluar berolahraga dengan orang-orang. Alhasil, tiap kali doi minta izin untuk pergi main, aku bawel banget untuk ingetin dia prokes dan lain-lain. Bahkan, benar-benar melarangnya untuk pergi main.
Suatu ketika, entah karena jenuh aku "bawelin" terus dan tiap kali berangkat main kami berdua harus debat dulu, suami mendadak "pecah" dan berbicara agak ketus denganku.
Saat itu terjadi, I know we should have "the talk".
Ternyata benar, dia kesal dan capek tiap kali mau main bulu tangkis aja harus debat sama istri di rumah. Kenapa mau me-time aja susah banget, dilarang-larang macam kayak dia mau ngapain aja.
Masalah utamanya adalah: suami butuh me-time, sementara istri malah mengacuhkan kebutuhan suami yang satu ini.
Di saat aku menggaung-gaungkan ibu-ibu butuh me-time, aku malah mengabaikan kebutuhan me-time suami sendiri. Yes, momsss... daddy needs me-time too.
Setelah menarik nafas dan menenangkan diri masing-masing, kami berdua duduk dan ngomongin soal ini. Di situ lah suami baru mengutarakan alasan sesungguhnya kenapa dia ingin main bulu tangkis lebih sering. Garis besarnya, suami ingin punya komunitas di luar pekerjaannya. Senin-Sabtu dia berkutat dengan urusan kerja, pulang ke rumah masih harus melakukan perannya sebagai suami dan ayah. Kok kayaknya nggak punya waktu untuk diri sendiri. Mulai, deh, burn out. Mulai jenuh. Mulai gampang annoyed dengan hal-hal kecil. Dia mulai menemukan "jawaban" untuk mengatasi kelelahannya saat bermain bulu tangkis. He's starting to feel like himself again di saat menemukan orang-orang yang punya hobi sama.
Bukan kah aku juga merasa demikian? Saat aku nggak merasa punya kewajiban sebagai seorang ibu, bisa menikmati momen sendirian dengan kopi panas (nggak suam-suam kuku) atau ngumpul ketawa bareng dengan para sahabat?
Mendengar "pengakuan" hubby, di saat yang sama aku merasa egois banget dengan sikapku selama ini. Aku juga mencoba untuk menggali lebih dalam alasan di balik aku melarang-larang suami pergi me-time. Benarkah cuma khawatir karena sedang pandemi? Ternyata karena aku iri aja. Iri karena merasa suami tuh punya waktu banyak di luar rumah setiap hari dengan menenggelamkan diri dalam pekerjaan, tanpa pusing mikirin anak-anak di rumah. Aku merasa yang lebih capek itu aku, maka aku harus punya jatah me-time lebih banyak.
Aku, aku, dan aku. Kenapa, sih, mikirin diri sendiri mulu?
Namanya suami dan ayah, masa iya, sih, nggak mikirin anak istri di rumah, huhuhu
After a long discussion and deep talk, kami menemukan solusi terbaik.
Kami sepakat bahwa kami berdua harus punya rutinitas me-time yang seimbang. Untuk mengatasi kekhawatiranku soal covid, suami memastikan bahwa dia akan prokes ketat. Lagipula, dia juga udah vaksin, jauh lebih aman untuk beraktivitas. Sisanya, aku harus bisa berbesar hati dan percaya kalau suami akan menjaga kesehatannya sendiri.
So, we learned a lesson.
Sebagai pasangan suami-istri dan juga orangtua, kami harus bisa bekerja sama dengan baik. Nggak boleh keeping score siapa yang lebih capek, siapa yang lebih ini dan itu. Our kids, our responsibility. Biar ngurus anaknya kompak, kewarasan diri masing-masing pun harus dijaga. How? Salah satunya dengan me-time! (:
Ci Jane!! Thank you for sharing 🥺🙏🏻
ReplyDeleteBenar banget, me time seorang daddy sering banget terlupakan padahal menjadi seorang daddy juga berat, tapi entah kenapa jarang digaungkan untuk daddy's me time iniii 😢. Akupun baru ngeuh pas baca tulisan ini 😂
Lewat tulisan Cici kali ini, mari kita normalisasikan Daddy's me time! 💪
Yes, Lii. Aku menyesal sekali pernah mengabaikan kebutuhan me time untuk papanya anak-anak, padahal dia juga sama butuhnya kayak aku 🥺 menurutku me-time itu salah satu bentuk self-care, so everyone deserves a nice alone time! Hihi
DeleteSetuju, walaupun di kami g pake daddy's me time sih, ya me time aja, hehehe..
ReplyDeleteAku menyadari kalau aku dan Hyung cuman manusia biasa yang bisa suntuk, jenuh, terus sambat ria.
Me time-nya Hyung itu ke kafe, nonton film dan tidur siang. Jadi waktu dia nanya boleh g ke kafe, boleh g ke bioskop tapi g sama aku?, yah demi kewarasan dia yang pasti berimbas juga pada relasi ini, tentu saja boleh.
Tapi pas PPKM kemarin, aku juga khawatir kalau dia ngafe ntar dikecup koronce, akhirnya win win solution, bungkus kopi dan beli makanan kafe seminggu sekali.
Husband/hyung's time ya judulnya hahahaha
DeleteBetul sekali, Pit. Everyone needs their alone time, yaa. Buat refreshing, recharge diri dan menghilangkan penat sesaat. Yekannn, ngafe aja takut banget kepapar si coronce huhuhu tapi dengan kondisi yang terus membaik, semoga kita juga bisa pelan-pelan menikmati waktu di luar rumah yaa. Take care you twoo 😉<3
Setuju mba, pasangan kita juga butuh me time, cuma kadang kita lupa, kita pikir dengan mereka pergi kerja ke luar rumah itu artinya mereka me time, padahal bukan 🤣 Wk.
ReplyDeleteMungkin karena saya nggak ada buntut jadi misalkan si kesayangan mau me time pergi ke mana sendirian, saya akan pergi ke mana juga sendirian 😂 Atau si kesayangan kumpul sama sohibulsnya, ya saya pilih main sama pasangannya sohibuls si kesayangan hahahaha. Sering gitu dari dulu, jarang salah satu ditinggal di rumah 😆
Nah sekarang akibat Corona harus stuck 24 jam, jadi~lah me time-nya connected to laptop. Dia main game, saya main blog. Nanti quality time berduanya menonton Netflix atau variety show. Jadi meski barengan terus, tetap punya waktu personal. Paling ketemu pas makan siang dan waktu santai malam 😁
Thankfully mba Jane dan pasangan sudah ketemu titik tengahnya, ya 😍 Berasa banget pasti dulu ganjelnya, karena nggak diurus dari akar. Semoga ke depannya, semua sama-sama senang dengan keputusan yang dibuat 😆 Thanks for sharing, mba 🧡
Betul sekali, Mba Eno! Karena melihat suami pergi kerja setiap hari, rasanya dia lebih banyak waktu "sendiri" daripada aku. Padahal dia kerja juga kewajiban, dealing with crisis, cari duit, yang mana nguras otak dan tenaga banget wkwkwk
DeleteWahh, istilahnya alone time tapi berduaan gitu yaaa. Tapi aku juga sering gitu, sih, Mbaa. Misalkan, anak-anak lagi main, suami main games di hape, aku baca buku. Jadi masing-masing asik menikmati waktunya sendiri 😄
Thank God selesai juga, hufftt. Kalau kayak gini kan enak yaa, pertengkaran karena hal yang sama nggak akan terjadi lagi 😂 thanks for reading my story and sharing yours too, Mba Eno 💜
Mba, pas deep talk minumnya kopi atau teh?? 😂 *duhh oot.
ReplyDeleteTerimikicih buat sharingnya mba. I'll keep that in mind 😊. Kadang hiruk pekerjaan bikin sambat banget si. Aku kurang paham sama kehidupan setelah menikah bagaimana.. baca tulisan begini, setidaknya bantu banyak jadi bekal nanti pas sudah berkeluarga..
Jadi sekali lagi terimakasih 😊..
Kalau Mba Jane main bultang juga nggak..? kan siapa tahu bisa ngadain lomba kecil2an antar Ibu dan Ayah, mainnya di depan rumah. Jurinya tetangga 🤣. Yang menang hadiahnya pejitan 2 jam non stop.. *jari keriting kayanya 😂
Minum air putih aja, Mas Bayy. Biar diskusinya nggak seret tenggorokan wkwkwk 🤣
DeleteMakasih juga udah baca curhatanku, Mas Bayu. Kehidupan setelah menikah bagi tiap orang pasti berbeda-beda, sihh. Tapi kehidupan menikah DAN punya anak, itu sangat menantang. Mau melakukan hal apa pun harus mengeluarkan effort lebih. Kemarin itu pas staycation aku sama suami ngobrol banyak soal ini. But yaa, anak kan nggak kecil selamanya, ya. They will leave the house eventually someday. Jadi lebih baik terus memperbaiki dan mempererat komunikasi di antara kami berdua aja *tsaaaah*
Wah, aku mah bagian mungutin kok aja deh. Nggak bakat di olahraga aku mah wkwkwkwk 🤣 tapi kalau hadiahnya massage 2 jam boleh juga... tapi siapa yang pijetin dulu nih? 😂
Pas baca ini, ekspresiku: 🤩🤩🤩
ReplyDeleteIni makin menegaskan kalau komunikasi di dalam suatu hubungan itu penting. Semoga lancar terus ya Ci Jane sama Ko Andreas komunikasinya, kalian keren!
Btw pas deep talk pakai minum nggak? *ketularan mas Bayu* *dilempar sendal*
Benar sekaliiii! Komunikasi itu penting banget. Akutu sempet menyepelekan ini karena dulu anggapannya setelah menikah semuanya bakal lebih mudah. Apanya lebih mudah, malah makin susah wkwkwk ahhh bisa aja kamu mah, jadi tersipuuu 🙈
DeleteMinum air putih, Ndahh. Udah dijawab 🤣🤣🤣
Sebagai mantan pemain bulu tangkis level kampung 🤣 sayah bisa memahami perasaan suami mbak Jane. Tapi perasaan mbak Jane juga valid kok.
ReplyDeleteAnyway, dibanding yg lain sebetulnya badminton masuk aman ya, jarak antar pemainnnya kan jauh dan knp nggak coba main badminton outdoor?😃
Betul me-time nya harus gantian dan seimbang supaya nggak ada jealous. Cuma kalau ibu2 dikasih me time suka kepikiran yg di rumah kan? Ya nggak hahaha 😆
Huahahaha kita selevel dong, Mbaa. Boleh lah pankapan kita sparing berduaan yokss 🤣 Iya, Mbaa. Waktu ngomongin soal ini, aku juga bersyukur perasaanku divalidasi oleh suami. Berarti kan aku nggak lebay (padahal iya) hihi
DeleteNahhh, masalahnya lapangan badminton outdoor di sini kurang tahu keberadaannya, Mba. Mana angin Bogor tuh kan agak kencang gimana gitu yaa. Bola koknya bisa nyasar kebawa angin bisa-bisa 😂
"ibu-ibu me time suka kepikiran rumah" VALID! 🤣 tapi sekarang aku belajar cuek nggak kebanyakan mikir. Dulu awal-awal ninggalin anak di rumah, akutu ngecekin henpon mulu takut ada panggilan wkwkwk
Hi Jane, ini masalah yang juga pernah aku hadapin bbrp bulan lalu :D. Bedanya kalo suamimu suka bultang, suamiku tenis meja :).
ReplyDeleteSuami dari kecil, sejak tinggal di Jerman, dia ikut ekskulnya tenis meja. Itu 1-1 nya olahraga yg memang dia sukaaaa banget Ampe skr. Tapi sempet stop pas awal nikah Krn ga tau mau main di mana.
Tapi pas dia tahu ternyata ada komunitas yg main tenis meja, dan cukup besar juga, dia semangat gabungm mulai main, ikut pertandingan antar club'. Tapi awal pandemi dia stop. Sampe akhirnya aku tahu banget diabngerasa bosan, jenuh di rumah, hanya wfh, tiduran dll. Kalo aku rutin workout di rumah pale bantuan instruktur YouTube. Sesekali jogging di luar. Tapi suami ga bisa olahraga yg hanya melibatkan sendiri gitu. Dia suka olahraga yg pasangan, kayak tenis meja TD. Aku sempet juga ngelarang dia kluar, apalagi mama meninggal Krn COVID. Siapa yg tau bawa virus itu sampe kena ke mama.
Cuma akhirnya, setelah mikir banyak, dan bicara, aku izinin juga sih Raka rutin lagi pingpong nya. Aku mikir dari sisi, ini olahraga, dia butuh olahraga, ga bisa trus2 an duduk di rumah.
Dan aku pastiin banget dia selalu rutin minum multivitamin nya, prebiotik, dan madu tiap hari. Prokes masker apalagi. Dan dia sendiri bilang, di antara semua yg main, yg pakai masker saat main cuma dia. Aku percaya sih, Krn ada videonya juga. Oh iya, 1 lagi yg dia janjiin, dia selalu main di club' yg pemainnya sedang sepi. Ga yg rame. Justru yg sepi enak, Krn mainnya bisa puas.
Pulang olahraga pun, dia disiplin selalu taro barang2nya ke box steril, trus langsung mandi. Kalo skr ini, kita kayaknya cuma bisa lakuin semua prokes, dan sisanya pasrahin semua ke Tuhan Jane :). Toh, kalo suami senang, aku berharap itu bisa ngaruh ke imunitas dia :).
Mba Fanny, kalimat terakhirnya bener banget. Aku lupa mention itu dalam curhatanku di atas. Yesss, me-time itu bisa membantu ningkatin imunitas kita, ya. Makanya aku sempat merasa egois banget melarang dia melakukan hal yang dia suka. Kalau memang udah janji bakal prokes, rasanya aku nggak perlu terlalu kuatir. Dan bener banget. Kita udah berusaha untuk menjaga diri, sisanya serahkan sama Tuhan ya (:
DeleteAhh, thank you so much Mba udah berbagi pengalaman Mba Fanny sendiri dengan suami. Ternyata aku nggak sendirian pernah merasakan hal yang sama 😂
sama kayak pemikiran Bayu, nanti nanti kudu diomongi hal yang "sepele" kayak gini, kudu adil juga. kadang cewek mikirnya kayak nggak diperhatiin, padahal ya nggak gitu juga
ReplyDeletecowok juga perlu waktunya sendiri untuk kesenengannya.
memang agak berat kalau keluar rumah di saat kondisi kayak gini, tapi kalau terkungkung terus kayaknya bosen juga ya
Hahaha iya, Mba Ainun. Seringnya hal sepele yang kayak gini malah ke-miss nggak diomongin dengan pasangan. Padahal perkara me-time adalah kebutuhan setiap individu ya 😄
DeleteBetul, Mba. Makanya aku juga nggak bisa menyalahkan orang-orang yang mulai liburan, karena mereka pasti butuh itu. Mungkin bisa dibatasi aja yaa mobilitasnya. Kayak seminggu sekali atau dua minggu sekali keluar rumah udah cukup, dan menghindari kerumunan (:
Setelah membaca post ini, aku jadi merasa tertampar...merasa diriku paling egois! Bagaimana tidak?? Dulu aku dan suamipun pernah ribut gara2 masalah ini (me time)
ReplyDeleteAku dengan yakinnya menganggap bahwa, dirikulah yang paling lelah, dan tersita banyak wkt di rumah. Sebagai seorang istri yang merangkap 2 pekerjaan sekaligus.
Mengasuh anak dan menghendel pekerjaan di kantor. Sementara suami full time bekerja. Apalagi jika ditugaskan ke luar neg.
Puji Tuhan, masalah itu bisa terselesaikan saat kami duduk bersama dan bicara....
Sampai saat ini semua berjalan dgn baik.
Masing-masing punya (Me time) yang seimbang.
Tx mba Jane sharingnya. JBU.
Huhuhu aku padamuuu, Mba Ike 😢 sebel banget rasanya begitu sadar akutu egois sekali menganggap diri sendiri paling capek karena banyak yang harus diurus. Padahal suami pun sama capeknya, bedanya karena kita nggak bisa lihat langsung kesibukan mereka di luar kayak apa hikss
DeleteWaah ikut senang and thank God Mba Ike dan pasangan bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik, yaa 😊 memang harus diomongi bareng-bareng, supaya nggak ada yang ngeganjel di hati. Syukur dehh sekarang bisa me-time dengan baik yaa :D
Thanks udah baca juga, Mba Ikee. JBU too! ❤
Ciciiii tulisan ini cukup "menamparku". Soalnya belakangan ini kami berdua mulai merasakan fase jenuh. Bingung mau ngapain aja, mau pergi-pergi juga masih khawatir. Alhasil kemarin mutusin untuk road trip, salah satunya sebagai hiburan dan refreshing. Mikirnya juga selama bisa jaga diri dan bersyukur sudah vaksin lengkap, kami akan baik-baik saja.
ReplyDeleteKalau cici kondisinya sudah punya anak, aku masih belum, tetap merasa bahwa aku butuh me time lebih banyak daripada koko. Sederhananya karena aku juga kerja, pulang kerja masih ngurus apartment, kadang masak, belum bersih-bersih ini dan itu, rapihin ini dan itu. Pun kalau wfh juga diselingin sama bersih-bersih. Berasa lebih capek daripada koko yang kerja aja, pulang masih bisa leha-leha nonton netflix atau main game.
Puncaknya sama-sama bosan dan bingung mau ngapain sih berdua aja ini. Cari kesibukan yang bikin mood juga jadi ga stabil. Ternyata selama ini kami sama-sama belum memaksimalkan me time dengan baik. Aku merasa selalu butuh me time lebih lama daripada dia. Padahal mungkin juga sebaliknya dia yg butuh me time lebih lama daripada aku, karena aku kadang masih wfh sedangkan dia lebih sering wfo nya.
Bersyukur cici dan suami bisa menemukan jalan tengahnya. Sepertinya aku pun juga perlu mencari alternatif lain selain staycation. Agar kami sama-sama "Waras" dan imun pun bisa meningkat karena sudah happy.
Maap jadi curcol di komeeen 🙈