Semalam, seperti biasa sambil menunggu jam tidur, aku nonton Youtube. Sebulan terakhir ini, pengalaman nonton Youtube jadi mewah dan makin nyaman, berkat langganan premium, ihiyy.
Nggak, nggak. Bukan itu yang ingin kubahas, hahaha.
Entah kenapa, salah satu videonya Maudy Ayunda nongol di beranda. Mungkin karena sebelumnya aku pernah nonton beberapa video dia tentang rekomendasi buku. Ada yang follow Maudy di Youtube? Yaampun, dia tuh charming sekali, ya. Tutur katanya, pemilihan kata, gesturnya saat bicara, benar-benar memukau. Definisi cewek cantik dan pintar emang diborong semua sama Maudy, sih.
Anyway, gara-gara itulah, aku jadi nonton beberapa video yang belum pernah aku tonton, salah satu yang menarik perhatian adalah video ini:
Tentang gimana kekuatan sebuah bahasa (asing) bisa mengubah kehidupan kita. Buat Maudy, itu adalah bahasa Inggris. Tiga poin yang disampaikan dalam video, sih, udah mewakilkan opini pribadiku sebagai orang yang juga berbahasa asing selain bahasa Indonesia, yaitu Mandarin.
Setelah nonton video ini, biasa, kan... anaknya latah pengen cerita-cerita juga, tapi di blog, hahaha. Waktu mau mulai nulis draft, baru sadar aku pernah menulis topik serupa: Tentang Berbahasa Mandarin. Di situ, aku cuma nulis sedikit manfaat dari berbahasa Mandarin, sisanya lebih kayak kenapa ngajarin anak bahasa asing dan apa akibatnya.
Ngikut idenya Maudy, hari ini aku coba ingin cerita sedikit, how Mandarin changed my life. Nggak yang major banget, tapi menurutku dengan menguasai bahasa ini, hidupku jadi lebih berwarna.
1. Mandarin helps me to open another door of opportunity.
Kesempatan tuh banyak banget aspeknya. Bisa dalam karir atau personal life. Kebetulan, buatku adalah keduanya. Kita mundur dikit, ya, tepatnya ke masa sebelum kuliah.
Menurutku, kalau aku nggak kuliah di China, mungkin pintu-pintu kesempatan ini nggak akan terbuka buatku. Kenapa aku bisa kuliah di China pun, itu juga berkat kemampuan berbahasa Mandarin.
Long story short, waktu SMA aku pernah mendapat kesempatan untuk mengikuti study tour ke provinsi Hunan selama beberapa minggu, oleh salah satu kenalan orang tua (kita sebut dengan Pak C) yang punya sekolah di luar Jakarta. Beberapa bulan setelah study tour berakhir, Pak C menghubungi orang tuaku untuk menawarkan kesempatan lain, yaitu beasiswa penuh kuliah di Guang Zhou. Mendengar hal itu, orang tuaku (khususnya Mama, hahaha), tentu aja senang banget! Apalagi setelah tahu jatah beasiswa itu sebenarnya hanya untuk kalangan sendiri, bukan untuk orang luar.
Itu menjadi momen pertama di mana aku merasa "diuntungkan" karena bisa bahasa Mandarin. Mendadak aku merasa hari-hari di mana Mama dan almarhumah Popo, yang sedikit memaksa untuk belajar Mandarin hampir setiap hari waktu kecil dulu, ternyata ada buahnya.
Dengan kemahiran dalam bahasa Mandarin, aku juga nggak perlu masuk kelas preparation (atau kami menyebutnya kelas bahasa) yang biasanya harus diambil murid asing, sebelum kuliah. Kelas bahasa ini biasanya menghabiskan satu tahun. Ditambah kuliah S1, empat tahun (kalau skripsi lancar, yes?), jadi total lima tahun. Jujur, itu waktu yang luamaaa buatku, hahaha. Empat tahun aja aku udah berasa lama. Tiap satu semester kelar, aku terbiasa ngitung tanggal di kalendar untuk menantikan kapan libur semester berikutnya datang. Dengan poin ini aja, aku udah ngerasa menang banyak.
Kuliah selesai, saatnya masuk dunia kerja. Meski nggak kerja korporat atau profesional, aku cukup banyak mendapati beberapa "pintu kesempatan" yang terbuka karena kemahiran ini.
Sama kali, yaa, dengan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, kemampuan lebih ini membuat kita lebih "diprioritaskan" dalam dunia kerja. Misalkan, kita kerja di perusahaan asing dan harus ketemu dengan klien luar. Kemampuan berbahasa asing yang kita miliki akan menjadi penilaian lebih bagi perusahaan.
Waktu di Bali, aku sempat menjadi tutor bahasa Mandarin bagi para staf di sebuah hotel. Periode kerjanya nggak lama, sih, tapi sukses menjadi pengalaman yang seru buatku.
Saat aku kerja jadi barista Starbucks pun, penempatan kerjaku sengaja di outlet yang banyak pengunjung berbahasa Mandarin. Saat itu, manajerku meminta untuk membuatkan daftar menu khusus dalam bahasa Mandarin, supaya teman-teman barista lain bisa belajar menghafalkannya. Soalnya emang susah banget, deh, kalau udah ketemu customer yang nggak bisa Inggris, cuma bisa ngomong bahasa ibunya. Daripada mengadopsi komunikasi ala bebek dan ayam (nggak nyambung, maksudnya), cuslah aku membuat daftar tersebut dan ngajarin teman-teman satu store. It's funny tho, karena aku yang dulu selalu menolak mengajar, ternyata di mana pun aku berada, kesempatan mengajar itu selalu ada, hahaha.
Sampai sekarang, puji Tuhan masih bisa cari uang untuk nambah-nambahin perintilan rumah, berkat kemampuan berbahasa Mandarin ini.
2. Mandarin helps me to connect with some important people in my life.
Entah kenapa, ya, orang tua di lingkunganku itu senang sekali diajak ngobrol bahasa Mandarin sama anak muda. Aku nggak bisa ngebayangin apa jadinya kalau nggak lancar berbahasa Mandarin saat berkomunikasi dengan mereka, contohnya papa dan mama mertua. Mungkin cerita atau sejarah keluarga yang aku tahu saat ini, nggak akan pernah kudengar kalau bahasa Mandarinku sendiri nggak mumpuni. Karena banyak sekali cerita yang lebih mudah disampaikan dengan bahasa yang lebih mereka pahami juga. Di sini lah, bahasa Mandarin berperan menjadi penyambung emosi dan cerita, antara aku dengan mereka.
Sedikit background story, kakek dari sisi papaku (aku panggilnya Yeye) berasal dari Tiongkok, tepatnya dari Mei Xian, yang dikenal dengan kampung Hakka (atau kita lebih familar dengan Khek). Yeye meninggal, tepat beberapa bulan sebelum papa mamaku menikah. So, I never met him.
Belasan tahun yang lalu, sebelum aku berangkat kuliah, keluarga kami dapet kejutan dengan kunjungan kerabat jauh dari keluarga kakek di China. Mereka datang jauh-jauh sampai ke Jakarta, untuk menemui keluarga papaku. Meski punya ayah orang Tiongkok asli, papa dan para saudara kandung nggak bisa berkomunikasi lancar dalam bahasa Mandarin. Akhirnya, mamaku lah yang membantu mereka berkomunikasi dan aku pun juga bisa mendengar langsung cerita keluarga papa yang belum pernah kudengar sebelumnya. Amazing banget, deh, rasanya. Bayangin aja, keluarga yang udah terpisah puluhan tahun, bisa ngumpul lagi.
Beberapa tahun berikutnya, tepatnya sekitar tahun 2017, gantian keluarga papa di Indonesia "pulang kampung" ke China, untuk mengunjungi keluarga yang ada di sana. Luar biasa sekaliii, dengan satu bahasa bisa menyambungkan tali silahturami. Aku pun bangga bisa mempunyai knowledge baru tentang silsilah keluarga dan mengenal lebih dekat lagi dengan sosok kakek yang nggak pernah aku jumpai.
***
Pesan sponsor hari ini apa dong, Jane? Nggak adaaa, emang pengen cerita aja. Udah lama juga nggak nulis blog, kan.
Namun, mungkin ada berbagai hal yang bisa kamu takeaway dari tulisan ini. Mungkin nggak cuma soal berbahasa asing, berbahasa daerah mungkin? Keuntungan seperti apa yang kalian rasakan dengan memiliki kemahiran bahasa (asing)? Mungkin ada yang mau cerita-cerita juga? (:
dari zaman aku sekolah udah kenal namanya drama cina, aku ga bisa bedain mana produk drama dari cina dan taiwan. Dulu aku mikirnya dua negara ini sama, dari drama ini aku jadi punya keinginan pengen cas cis cus ngomong bahasa mandarin. Dannn beruntung bisa tapi ngasal hahaha, ya karena dari lagu-lagu mandarin.
ReplyDeletePas udah kuliah, cobain les bahasa mandarin selain les bahasa korea. Pas awal-awal emang susah menurutku, minimal aku jadi tau beberapa kosakata. Tapi pas giiran nulis, astagahhh menurutku kenapa susah dihafalin. Mending aku nulis bahasa korea waktu itu.
terus liat lowongan kerja saat itu, banyak banget kualifikasi yang minta bahasa mandarin, sampe segitu besarnya orang yang punya kemampuan bahasa Mandarin dibutuhkan suatu perusahaan.
kalau punya kemampuan lancar berbahasa mandarin, buka les privat bahasa menyenangkan juga ya mbak.
Tosss, Mba Ainun! Aku juga dulu kena racun lagu-lagu Mandarin, terus begitu drama Mandarin kayak Kabut Cinta, Meteor Garden, dll masuk Indonesia, aku makin termotivasi untuk belajar 😆
DeleteKanji Mandarin emang susah puolll. Memang salah satu bahasa yang ruwet untuk dipelajari, tapi ya kok seru-seru aja yaa, hihi.
Jadi, Mba Ainun bisa nyanyi lagu Mandarin apa aja nih? 😝
wkwkwkwk lagu mandarin ya mbak, jujurly aku lebih lancar nyanyi mandarin meskipun mungkin pronouncenya ya banyak ga bener, karena menurut pendengaranku kayaknya udah pas aja.
DeleteLagu zaman dulu, meteor garden ini udah legend banget ya, terus aku lupa lagi judulnya, mungkin zaman-zamannya penyanyi teresa teng, lama banget ini.
Terus ada boyband Taiwan kalau ga salah, kayak fahrenheit, S.H.E. Ngasal aja nyanyinya kalau soal pronounce
akhir akhir ini aku teracuni sama drama cina, dalam hati cuman ngebatin, aku pengen lancar ngomong mandarin, biar kalau ke Cina pas ketemu artisnya mungkin, bisa cas cis cus gitu hahaha
Mungkin Bahasa Bebek dan Ayam itu ibarat Aku yang lagi nyoba buat nyampaiin pendapat aku ke sensei. wkwk 🤣 sumpah isinya "heh-hoh-heh-hoh" yang ujung-ujungnya kita pun cuma adu nyengir 😂
ReplyDeletebtw, Mba Jane kalau ngomong sama anak-anak juga billingual kan ya? soalnya kadang di Ig, Mba Jane ngomong sama Dek Krystal pke Bahasa China 'Kayanya'. Aku tuh bahasa ya paling inggris itu pun nggak terlalu jago. Tapi pede lah kalau ngomong sama orang meskipun grammar seadanya 😁.
Bahasa yang lain nggak ada. wkwk 😁. Paling Jepang, itupun sebatas Ohio Gosaimasss (paling kenceng dan semangat sih kalau ini mah), terus Sumimasen (kalau udah mulai lost percakapan disusul kabur), sama Chotto matte kudasai, oh oh tidak lupa pula Ikeh-ikeh kimochi 😂 kalimat ini yang paling aku sering denger di kalangan orng2 Indo.. soalnya kalau ngomong sama Orang Jepang kadang dia cuma melongo.. 🤣
Aku juga ngerasain banget kemampuan bisa berbahasa asing meski pasif sekalipun tuh jadi nilai tambah, apalagi kalau mau kerja di perusahaan soalnya zaman sekarang hampir semua perusahaan butuh komunikasi dengan orang asing kan, jadi paling minim harus bisa bahasa Inggris pasif lah yaaa 😀
ReplyDeleteAku selalu iri lhooo sama orang yang bisa bahasa daerah tertentu, soalnya aku nggak bisa hiksss. Cuma ngerti kosakata yang bener-bener basic, tapi itu juga cuma hitungan jari lah wkwk. Prikitiew masih bisa kalau dengar bahasa Kek atau Tiociu tapi dia juga nggak bisa kalau disuruh bales, nggak terbiasa 😂. Padahal punya kemampuan bisa berbahasa daerah itu seperti kata Ci Jane, jadi bisa ngobrol lebih banyak dengan orang-orang seangkatan kakek-nenek kita, tapi sayang aku nggak bisa 😭
Suka belajar bahasa, yang sudah dicicipi bahasa Jawa, Inggris, Jepang, Prancis, Arab, Mandarin. Tapi yang paling intensif memang Jawa (dari kecil), Inggris dan Prancis (yang ini karena terpaksa habis tinggal disana wk). Bahasa kedua setelah bahasa Inggris yang saya pelajari adalah Jepang. Nah begitu belajar bahasa Prancis, Jepang mulai memudar, struktur ketukar-tukar karena memang belajarnya nggak dari usia kecil. Setelah balik ke Indonesia mulai belajar bahasa lain tapi for fun saja. Bahasa Jepang aktif sehari-hari akhir-akhir ini kepake karena banyak ketemu ekspatriat Jepang. Yang saya dapatkan, bahwa walaupun bkn polygot tetap saja seseorang itu maksimal hanya bisa menguasai (fluent) 3 bahasa dalam satu waktu (termasuk bahasa ibu). Jadi saya mencoba fokus ke Jepang dan Prancis saja. Tetap favorit adalah bahasa Prancis karena berkat belajar itu bisa mengubah banyak hal dalam hidup secara profesional dan personal. Pengin juga meneruskan Mandarin tapi ya belum prioritas sih....(kecuali ada yang mau ngajarin gratis -pesan sponsor) wkwk
ReplyDeleteAku selalu amaze dengan orang yang bisa bahasa Mandarin. Kayak...HEBAT BANGET ASTAGAAAA ITU TULISANNYA RUMIT DAN NADANYA JUGA BANYAK. T_____T Pernah ngintip bahasa Mandarin di Duolingo tapi langsung menyerah sebelum berperang karena keder duluan lihat tulisannya, wkwk. Ini opini sotoyku aja ya Ci, kalo menurutku pengucapan bahasa Mandarin lebih mudah daripada bahasa Korea, cuman ya itu tadi...tulisannya susah bener HUHU.
ReplyDeleteAku bahasa asing paling ya bahasa Inggris wkwkwkwk, alhamdulillah ya pas kuliah nilainya bagus jadi bisa keterima di kerjaan yang sekarang ini. Bahasa lainnya ya bahasa Korea tapi itu beneran broken Korean kalo aku Ciiii GEMES BANGET MAU SATU DEKADE MASIH SUSAH AJA MELAJARINNYA. xD Pernah belajar bahasa Spanyol juga tapi endingnya give up. xD Akhir-akhir ini lagi menajamkan bahasa Jepang bagian listening, soalnya mau ngapalin hurufnya kok ya susah hzzz. Dan emang paling bener hangeul aja kalo aku. OOOHHH sama tulisan Arab deng, haha. Bisa bahasa Arab dikit-dikit, ngerti artinya gitu kalau misalnya berdoa atau baca Alquran (tulisannya harus ada tanda bacanya, kalau Arab gundul gitu yha bye~~~). Ngerti kosakata-kosakata aja, bukan satu kalimat full. Grammar bahasa Arab aku tentu nol besar. xD
Baca ini aku jadi ingin belajar ulang bahasa Inggris. Kemampuan bahasa Inggrisku harus diasah terus nih kalau tidak mau pudar. Dan kalau ada rejeki, ingin belajar bahasa Jepang.
ReplyDeleteSelalu kagum banget dengan orang-orang yang bisa berbahasa asing, utamanya Bahasa Mandarin. Soalnya aku sendiri enggak bisa, wkwkwkwkw. Liatin buku Bahasa Mandarin punya murid berasa puyeng sendiri, padahal itu hal yang sederhana semua x.x
ReplyDeleteKayaknya pingin belajar bahasa asing deh. Bahasa Inggris aja ini aku masih belepotan T____T
Aku nyesel dulu ga semangat belajar BHS asing selain inggris. Krn memang skill bisa berbahasa lebih dari 2, sbnrnya menguntungkan banget. Kepake dimanapun. Apalagi saat sedang traveling.
ReplyDeleteAku sendiri cuma bisa inggris, itupun sejak resign dari bank asing, ya ga kepake lagi 😂. Masih ngerti, tapi udh halting kalo ngomong.
Yg aku rasain kalo bisa BHS asing, mudah cari kerja. Dulu pas dipanggil HSBC , yg mereka tanya duluan BHS inggris. Interview BHS inggris, Krn memang nasabahnya mostly foreigners. Dan Krn itu aku LGS diterima. Terjun langsung dalam kerjaan, ketemu nasabah2 bule, baru berasa kalo BHS inggris di sana penting. Ga kebayang aku kalo sampe gagap bicara, dan ga paham maksud nasabah, bisa2 mereka marah.
Kayaknya anakku nih yg mau aku dorong utk menguasai bahasa lain selain inggris. Buat bekal dia lah